Ini bermula dari pengalaman mengajari  Regan bersepeda roda dua. Awalnya dia antipati sekali dengan sepeda, hampir 1 tahun mangkrak di dapur sampai gembos. Malahan adiknya yang seneng mainin sepeda.
Beberapa hari yang lalu sengaja aku keluarkan sepedanya, kulepas roda kecilnya, ku pompa roda nya biar gak gembos. Dan dia berani mencoba menaikinya. Sehari dua hari dia masih susah mencari celah untuk membuat sepedanya berjalan seimbang. Aku bilang ” kayuh yang kuat, jangan takut “. Walaupun kesulitan itu masih saja menghampiri tapi dia cukup antusias untuk belajar. Belajar memang tidak instan, ada tahapannya, dan Reganpun dengan telaten menjalani semua.
Wow, suprise banget ketika dia mulai lancar bersepeda dia bilang ” ternyata bersepeda roda dua itu menyenangkan “.
Bener sekali anakku sayang, bila kita mau belajar dengan tekun, suatu saat kita akan mahir mendalami sesuatu. Dan kita akan merasa bahwa hasil yang kita capai itu benar-benar menyenangkan. Yang terpenting adalah percayalah bahwa kamu bisa.
Begitu juga dengan kami, orang tua kalian. Semoga kamipun tak malas untuk belajar. Menjadi mahir mungkin terlalu muluk bagi kami, tapi setidaknya kami bisa menjadi lebih baik menata kehidupan ini dan mendidik kalian anak-anak kami. Semangati bapak ibumu selalu ya sayang-sayangku. Sepeda itu harus tetap dikayuh supaya seimbang jalannya. Begitu juga kehidupan ini.

mancing ikan bersama keluarga

Posted: May 21, 2013 in personal
Tags:

mancing..

asik tuh..tapi bisa bikin lupa waktu.. kata istri saya kira2 begitu. jadi kalau saya mancing, istri saya pasti ingin ikut, mau ngapain ? kan dia sebenernya gak hoby mancing..apalagi kalau saya bawa umpan cacing..hahaha…

ya..jadinya anak-anak pasti ikut kalau ibunya ikut (mosok ditinggal sendirian,kan masih kecil-kecil) ..
giliran jam sudah ditentukan dan alat pancing sudah siap, saya harus menunggu anak-anak di dandani ibunya, standart sih… pakein baju baru setellah mandi dulu sebelumnya.. buat saya,itu namanya dandan.. kan bedakan dulu, namanya aja anak-anak. nah giliran anak-anak sudah pada ganteng,ibunya deh yang dandan..hehehe…. yang ini agak lama’an dikit,biasalah…ibu-ibu.. tapi enggak terlalu lama juga sih….
nah setelah acara tunggu menunggu selesai,segera kunaiki sepeda motor kesayangan (cuman satu soalnya,jadi sayang banget..hihihi) .
Anak-anak yang sedang bermain sambil menunggu ibunya selesai dandan, nampak makin sumringah ketika kupanggil untuk naik ke sepeda motor. setelah semua siap, langsung tancap gas.
Tiba di tempat pemancingan yang tak jauh dari rumahku, (suasananya memang pas buat keluarga) ada resto yang menyediakan menu masakan standart ibukota, yah…umumnya rumah makan laah… disana ada juga tempat permainan anak dan suasananya alami sekali untuk hitungan kota seesar ini.
Setelah parkir dan memesan makanan ringan, mulailah kami mencari tempat yang paling “menjanjikan” untuk posisi memancing, kira2 tempat yang jauu dari pemancing lain, karena kalau berdekatan, bisa2 umpanku malah enggak dimakan..hehehe.
Setelah kupersiapkan alat pancing, giliran anak-anak yang rebutan memegang joran…mulai terasa seru kalau sudah begini, momennya sangat saya suka. kami pun memancing bertiga sementara istriku sibuk memotret kami yang sedang memancing…tepatnya anak-anak yang sedang sibuk rebutan joran. teriakan khas anak-anak dan jerit kegirangan silih berganti menambah serunya suasana mancing kami. tapi itu hanya bertahan sekitar lima belas menitan, setelah itu mereka langsung menuju tempat permainan yang ada di area pemancingan itu.. tentu saja ibunya ikut menemani sembari sesekali memanggil nama anak-anak untuk mengarahkan gaya sambil terus jepeat-jepret.
Setelah waktu berlalu dan hidangan makanan ringan yang tadi kami pesan juga habis, istriku mendekatiku dan pasti mengajak pulang…spontan kulihat jam tangan, “masyaAlloh cepet bener ya dek jamnya muter..?” tanyaku sambil menyudahi acara memancing hari itu. dua jam umpanku masih belum dimakan ikan,fiuuuh.
Dengan cepat anak-anak kami beritahu untuk segera menyudahi bermainnya,karena kami akan segera pulang.
Sebenarnya memancing itu bukanlah hoby utama saya,apalagi istriku…hehehe.. saya baru dua tahun belakangan ini mengenal yang namanya “mancing”, dulu sekali sewaktu masih sma bahkan saya antipati xengan kegiatan memancing..mengapa ? karena buat saya itu hanya buang-buang waktu saja..duduk,menunggu umpan dimakan,kalau sudah dimakan terus ikannya dimakan. nah, kenapa tidak beli saja di pasar ? apalagi dipasar kan harga ikan murah (di daerah asal saya memang murah karena kota saya dipinggir pantai), kembali ke pencalaman saya yang dahulu tidak suka memancing berubah drastis setelah saya (pada waktu itu iseng)  membeli joran lengkap dengan reel,dan berbagai jenis perkakasnya. saya jadi ingin sekali memancing, hingga jadilah saya sering memancing dengan kawan-kawan saya sesama penghobi mancing.
nah,istri saya inilah yang mengingatkan saya untuk tidak terlalu lama jika mancing, karena saya kalau sedang mancing dengan kawan-kawan, bisa dari isya hingga hampir subuh..hehehe…saking asyiknya sampai lupa waktu.
yah,istri saya memang benar dan akhirnya sayapun mengurangi frekwensi mancing yang tadinya seminggu sekali menjadi sebulan sekali. hmmm.. sungguh alasan yang masuk akal memang, bagaimana ketika sedang “bertarung” dengan ikan hingga keasyikan sampai lupa waktu.

image

どうもありがとう
posted directly from myandroid®

workaholic…?

Posted: May 17, 2013 in personal

image

kerja..
kerja..
kerja..

asalkan halal alias masih dalam koridor yang ditentukan-Nya… saya harus ikhlas…
menjalaninya juga jadi ringan dihati, meski berat secara badaniah..
saya pikir wajar sekali seorang bapak seperti saya,akan dengan gigih menjalankan pekerjaan yang memang sudah seharusnya menjadi kewajiban. begitupula yang ada dibenak saya.
halang rintang pasti ada,sekali duakali juga biasa… namun jika hati ringan menjalankannya, insyaAlloh pertolongan-Nya selalu menyertai.

saya yakin,disetiap langkah saya, pertolongan Alloh selalu menyertai.
tidak akan mampu saya melalui ini semua, tanpa pertolongan-Nya.

apalagi dukungan istri dan anak2 juga keluarga, selalu menjadi motivasi tersendiri…

yup… semangat..

semangat…harus semangat…!!!

どうもありがとう
posted directly from myandroid®

Seorang  tukang  kayu  tua  bermaksud  pensiun  dari pekerjaannya di sebuah perusahaan  konstruksi  real  estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah.

Ia   ingin  beristirahat  dan  menikmati  sisa  hari  tuanya  dengan  penuh kedamaian  bersama  istri  dan keluarganya. Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan  salah  seorang pekerja  terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan  sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang  kayu  mengangguk  menyetujui  permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak  sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia  cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta.  Hasilnya  bukanlah  sebuah  rumah  baik.  Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.  “Ini adalah rumahmu,” katanya, “hadiah dari kami.”

Betapa  terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja  ia  mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah  untuk dirinya sendiri,  ia  tentu  akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini  ia  harus  tinggal  di  sebuah  rumah  yang  tak  terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah  yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun  kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala  kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada  bagian-bagian
terpenting  dalam  hidup  kita  tidak  memberikan yang terbaik.  Pada akhir perjalanan  kita  terkejut  saat  melihat  apa  yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya  kita  menyadarinya  sejak  semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan  bahwa  kita  adalah  si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita   bangun.  Setiap  hari  kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding  dan  atap.  Mari  kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah  hanya  mengerjakannya  sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas
untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Mengasah kapak

Posted: May 16, 2013 in Uncategorized

Sang pemotong kayu yang sangat kuat. Dia melamar sebuah pekerjaan ke seorang pedagang kayu, dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang diterimanya sangat bagus. Karenanya sang pemotong kayu memutuskan untuk bekerja sebaik mungkin.

Sang majikan memberinya sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya. Hari pertama sang pemotong kayu berhasil merobohkan 18 batang pohon. Sang majikan sangat terkesan dan berkata, “Selamat, kerjakanlah seperti itu!”

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan harinya sang pemotong kayu bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon. Hari ketiga dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon. Hari2 berikutnya pohon yang berhasil dirobohkannya makin sedikit. “Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku”, pikir pemotong kayu itu.

Dia menemui majikannya dan meminta maaf, sambil mengatakan tidak mengerti apa yang terjadi. “Kapan saat terakhir anda mengasah kapak?” sang majikan bertanya.

“Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak. Saya sangat sibuk mengapak pohon.”

Catatan:
Kehidupan kita sama seperti itu. Seringkali kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk mengasah kapak. “Pada istilah sekarang, setiap orang lebih sibuk dari sebelumnya, tetapi lebih tidak berbahagia dari sebelumnya. Mengapa? Mungkinkah kita telah lupa bagaimana caranya untuk tetap tajam?

Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras. Tetapi tidaklah seharusnya kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal2 yang sebenarnya sangat penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi, menyediakan waktu untuk membaca, dlsb.

Kita semua membutuhkan waktu untuk relaks, untuk  berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk mengasah kapak, kita akan tumpul dan kehilangan efektifitas. Jadi mulailah dari sekarang, memikirkan cara bekerja lebih efektif dan menambahkan banyak nilai kedalamnya.

Disadur secara bebas dari: SHARPEN THE AXE

Jangan Pernah Memaki Anak

Posted: May 16, 2013 in Uncategorized

eramuslim – Ridha Allah bergantung pada ridha orangtua. Ucapan ibu adalah do’a yang mustajabah. Apalagi jika lahir dan keadaan hati yang kuat. Itulah sebabnya, para ibu terdahulu sangat menjaga lisannya agar tidak pernah sekalipun mengucapkan kata-kata yang buruk bagi anaknya. Ia lebih memilih untuk menangis ketika ia tak tahan lagi menahan kesal, daripada rnengucapkan sumpah atan memberi julukan kepada anak sesuatu yang buruk, misalnya, “Kamu ini kok nakal, sih?”

Mereka menahan lidah sekuat-kuatnya, karena takutnya mereka kepada Allah. Mereka menjaga ucapannya sebisa-bisanya karena takut ucapan yang sekarang, menjadi jalan untuk mengucapkan makian pada anaknya. Sebab ucapan seorang ibu kepada anaknya, terutama ucapan-ucapan yang keluar dan hati yang paling dalam, akan menghunjam tepat di lubuk hati anak.

Kalau sekali waktu seorang ibu mengucapkan kata yang buruk, ia segera berlari untuk memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengasih. Kemudian ia meminta maaf kepada anaknya.Di saat inilah, anak justru mendapatkan pelajaran yang nyata. Tangis ibu dan permintaan maafnya, menggerakkan anak untuk rnenanggalkan kenakalan-kenakalan, dan menggantinya dengan akhlak yang baik. Ketika seorang ibu meminta maaf kepada anaknya, yang terjadi justru anak akan ikut menangis.

Atau, peristiwa itu menjadi sejarah besar yang mengesankan dan mempengaruhi pertumbuhan pribadinya. Ia belajar mengenai akhlak yang mulia dan kelemah-lembutan ibu. Dan bukan sebaliknya, yakni makian. Caci-maki hanya mendorong anak untuk melakukan kenakalan yang lebih besar, di samping sebagai pelajaran bagi anak itu sendiri bagaimana mencaci yang menyakitkan orang. Makian orangtua justru menjadikan anak kebal terhadap makian, nasehat, dan perkataan yang kasar. Kata yang kasar akan ia balas dengan kata yang kasar dan suara lantang.

Caci maki tidak merangsang anak untuk memiliki kepekaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Fir’aun adalah musuh Allah. Kezaliman Fir’aun sangat melebihi batas. Ia bahkan telah mengaku menjadi Tuhan.Di tangannya, Siti Masyithah menemui syahidnya setelah direbus dalam minyak mendidih.Tetapi, terhadap orang yang sezalim itu, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Nabiyullah Musa alaihissalam agar menyeru Fir’aun dengan lemah lembut. Allah SWT berfirman,

“Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat akan takut “(Q.S. Thaahaa, 20:42-44).

Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah hadis Nabi SAW, sambil mernohon kepada Allah SWT agar mensucikan mulut kita yang masih kotor : Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW berkunjung kepada Saad bin Ubadah. Turut bersama beliau Abdurrahman bin Aufdan Saadbin, Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas ‘ied RA, maka Rasulullah SAW tampak menangis. Begitu para sahabat melihat beliau menangis, maka merekapun ikut menangis. Setelah itu beliau berkata, “Apakah kalian tidak mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa seseorang karena tetesan air mata, dan tidak pula karena kesedihan hati, akan tetapi Dia akan menyiksa karena ini atau memberi rahmat” sambil menunjuk lidahnya.(Muttafaq ‘Alaih).

Ditulis oleh F. Kurniawati. Disarikan dari buku yang berjudul “Bersikap Terhadap Anak -Pengaruh Perilaku Orangtua terhadap Kenakalan Anak” karangan Moh. Fauzil Adhim 

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut. Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu di antara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai. Sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil di atas sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor induk Pipit meletakkan sarangnya. Jadi, di tengah-tengah riuh-rendahnya air terjun, seekor induk Pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.

Lukisan manakah yang memenangkan lomba?

Sang Raja memilih lukisan nomor dua.
Tahukah anda mengapa?
“Karena”,  jawab sang Raja, “kedamaian bukan berarti anda harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meski anda berada di tengah-tengah keributan luar biasa. Kedamaian hati adalah kedamaian sejati”

sumber : internet

kisah tong sampah

Posted: May 16, 2013 in Uncategorized

Seorang pria tua yang bijak memutuskan untuk pensiun dan membeli rumah mungil dekat sebuah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Selama beberapa minggu ia menikmati masa-masa pensiunnya dengan tenang dan damai. Kebetulan saat itu sedang masa liburan sekolah. Tak berapa lama kemudian, masa sekolah tiba. Dan, sekolah itu pun penuh dengan anak-anak. Suasana tenang dan nyaman menjadi sedikit berubah. Namun yang paling menjengkelkan pak Tua adalah, setiap hari ada tiga anak laki-laki lewat di depan rumah yang suka memukuli tong sampah yang ada di pinggir jalan. Mereka membikin keributan sepanjang hari dan berulah seolah-olah menjadi pemain perkusi hebat. Begitu terus dari hari ke hari.

Sampai akhirnya pak Tua merasa harus melakukan sesuatu pada mereka. keesokan harinya, pak Tua keluar rumah sambil tersenyum lebar menghampiri tiga anak laki-laki yang sedang asyik memukuli tong sampah. Ia menghentikan permainan mereka, kata, “Hai, anak-anak! Kalian pasti suka bersenang-senang.  Saya suka sekali dengan cara kalian bersenang-senang seperti ini. Sewaktu saya masih kecil, saya juga suka bermain-main seperti kalian. Nah, apakah kalian mau saya beri uang?”
“Mau.. mau..” sahut ketiga anak itu serempak.
“Okay, begini,” pak Tua itu tersenyum. Lalu ia mengeluarkan tiga lembar uang ribuan dari sakunya. Katanya, “Masing-masing dari
kalian saya beri uang seribu. Tapi kalian harus berjanji mau bermain-main di sini dan memukuli tong sampah ini setiap hari.”
Anak-anak itu senangnya luar biasa. Sejak itu setiap hari mereka “bekerja” memukuli tong sampah itu dengan penuh semangat.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu menghampiri dan menyambut “pekerjaan” mereka dengan penuh senyum. Namun kali ini
senyumnya tampak agak sedih. Katanya, “Nak, kalian tahu khan situasi krisis akhir-akhir ini membuat uang pensiun saya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.”
Ia menarik nafas dalam-dalam. Anak-anak itu menunggu apa yang diucapkannya. Lanjut pak Tua. “Mulai hari ini saya hanya bisa membayar kalian lima ratus saja untuk tugas kalian memukuli tong sampah ini.”
Anak-anak itu tampak kecewa dengan keputusan pak Tua, namun mereka masih bisa menerimanya. Lalu mereka melanjutkan tugas mereka membuat keributan sepanjang hari.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu dengan wajah memelas mendekati anak-anak yang sedang memukuli tong sampah. Katanya, “Maaf, bulan ini saya belum menerima kiriman uang pensiun. Saya hanya bisa memberi kalian bertiga seribu Rupiah saja.”
“Apa..? Seribu untuk bertiga?,” protes pemimpin pemain tong sampah itu. ”
Apa pak Tua kira kami ini mau menghabiskan waktu kami di sini hanya untuk uang segitu? Ah, yang benar saja! Pak Tua ini tidak
masuk akal. Mulai hari ini kami tidak mau lagi melakukan tugas ini lagi. Kami keluar.” Ketiga anak lelaki itu pergi meninggalkan pak Tua itu dengan bersungut-sungut.

Dan, sejak hari itu pak Tua menikmati ketenangan hingga akhir hayatnya.

Moral cerita ini:
Begitulah bila kita mencampur-adukkan kegembiraan hati dengan “uang gaji”. Seringkali kita kehilangan keceriaan hanya karena kita menganggap “keceriaan” itu adalah sebuah pekerjaan yang dibayar, maka bila “bayarannya” berkurang maka kesenangan pun jadi berkurang.
Smile…! Jangan sampai kegembiraan anda menghilang di balik beberapa lembar uang gajian belaka.

sumber : internet

Keberhasilan tak meluncur begitu saja ketika anda menengadahkan tangan. Bahkan ia tak selalu datang meski peluh telah membanjiri tengkuk anda. 

Keberhasilan membutuhkan ketekunan dan upaya yang tak kenal patah. Anda takkan pernah tahu di langkah yang ke berapa keberhasilan menampakkan ujudnya. Andai anda memutuskan untuk berhenti di langkah ke seribu, mungkin keberhasilan sedang menunggu cuma satu langkah di depan. Maka tiada yang patut dilakukan untuk terus berjalan. Setiap langkah memperkuat diri anda.

   Agar tak putus dengan mudah, anda harus memulai langkah pertama dari garis start yang tepat; yaitu HATI anda. Sesuatu yang berasal dari hati akan memuliakan pikiran dan membersihkan tindakan. Maka, setiap langkah akan menaikkan nilai diri anda. 

(sumber : Editor-040501)

Tak sehalus butiran debu

Posted: May 15, 2013 in Uncategorized

Terkadang hidup tidak sehalus butiran debu
Alloh menitipkan setiap ujian kepada kita adalah karena suatu hikmah
Itulah sebab mengapa kita tidak boleh terlalu bersedih dan gelisah
Dia tau dan tak kan pernah menitipkan kepada kita sesuatu yang tidak akan mampu kita memikulnya
Ya..terkadang hidup butuh pengertian
Tapi tak selamanya apa yang kita harap bisa dimengerti oleh yang lain
Disitulah kita belajar menerima, kelak itupun yang akan mendewasakan kita
Sahabatku, adik-adikku,anak-anakku
Seandainyapun kalian tengah berada dimasa tersulit dalam hidup saat ini atau nanti
Percayalah bahwa Alloh tak pernah meninggalkanmu
Dalam hati , dalam jiwa, dalam pikiran biarkanlah Dia membimbing hidupmu
Percayalah Hanya Allohlah sebaik-baiknya penolong

 ini ada kutipan indah, semoga bisa kita renungkan :

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin,
dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah.
Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar.
Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.
Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.
Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya.
Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
—Tere Liye, novel ‘Daun yang jatuh tak pernah membenci angin’

( Bayangkan jika daun adalah kita dan angin adalah Tuhan. Bahwa dalam keadaan sesulit apapun kita, dalam keterpurukan seburuk apa kita, kita sejatinya menerima, ikhlas, mengerti bahwa semua itu adalah kehendakNYA, dan pasti Dia akan membawa kita kedalam situasi yang bernama hikmah )

 yang ini juga bagus…

“Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya.

“Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh.”

–Tere Liye, novel “Negeri Di Ujung Tanduk”, Gramedia Pustaka Utama